
Muara Teweh, Langkah Kalteng – Kasus pembebasan lahan tambang oleh PT. Nusa Persada Resources (NPR) di Kecamatan Lahei, Kabupaten Barito Utara kembali menghangat. Kali ini, organisasi masyarakat Gerakan Peduli Daerah (GPD) Alur Barito secara resmi melaporkan dugaan tindak pidana korupsi kepada Kejaksaan Negeri Barito Utara, pada Senin (23/6/2025).
Laporan tersebut disampaikan langsung oleh Hison, selaku pengelola lahan sekaligus penerima kuasa, yang menyebut adanya aliran dana sebesar Rp4,75 miliar dari PT. NPR kepada dua oknum kepala desa di wilayah tersebut. Ia juga menduga terdapat keterlibatan aparat kepolisian dalam transaksi yang dilakukan secara diam-diam pada tanggal 26 Maret 2025.
“Kami sebagai pengelola lahan tidak pernah dilibatkan ataupun diberi informasi soal pembayaran tali asih itu. Transaksinya dilakukan secara tertutup. Kami baru tahu setelah dana itu cair,” ujar Hison di hadapan awak media di depan Kantor Kejaksaan Negeri Barito Utara.
Hison menegaskan bahwa pihaknya tidak main-main dalam mengungkap skandal ini. Ia bahkan menyatakan akan melanjutkan pelaporan ke Kapolda Kalteng di Palangka Raya hingga penegak hukum pusat seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Propam Mabes Polri, mengingat ada dugaan keterlibatan oknum Kapolres dan Kapolsek Lahei dalam proses yang dinilai penuh kejanggalan tersebut.
Sebagai informasi, PT. NPR yang mengantongi izin pemerintah sedang melakukan pembukaan jalan dan land clearing di sekitar konsesi tambang batubara mereka di Kecamatan Lahei. Namun, aktivitas di lapangan memantik polemik karena lahan seluas 140 hektare masih dalam tahap mediasi di tingkat Polres, sementara lahan seluas 190 hektare justru sudah dilakukan pembayaran yang kini menjadi sorotan hukum.
Warga mempertanyakan proses penyaluran dana tali asih sebesar Rp25 juta per hektare, yang seharusnya diberikan kepada pemilik atau pengelola sah lahan, namun justru disalurkan melalui pihak-pihak yang diduga tidak berhak.
“Rumah kami berdiri di sana. Kami punya aktivitas nyata di atas lahan itu. Tapi justru orang lain yang menerima dana. Ini tidak adil dan bentuk pengkhianatan terhadap masyarakat adat,” tegas Hison.
Menanggapi laporan tersebut, pihak manajemen PT. NPR melalui Hirung, memberikan respons singkat melalui pesan WhatsApp. “Iya Pak, kita ikuti saja kalau ada laporan. Itu hak setiap warga negara. Untuk lahan 190 hektare sudah melalui tahapan sesuai izin yang diberikan pemerintah. Di luar itu, saya tidak bisa memberikan tanggapan,” tulis Hirung pada Senin (23/6/2025).
Maraknya laporan terkait dana tali asih PT. NPR yang telah sampai ke Polres Barito Utara, Polda Kalteng, bahkan hingga KPK di Jakarta, mencerminkan tingkat kekecewaan masyarakat terhadap proses yang dianggap tidak transparan dan sarat kolusi.
Kini, publik menanti ketegasan aparat penegak hukum dalam menindaklanjuti laporan ini. Masyarakat berharap tidak ada lagi impunitas bagi pihak-pihak yang menyalahgunakan wewenang dan merugikan rakyat kecil di tengah gencarnya isu penegakan hukum dan reforma agraria.
“Kami akan terus melawan ketidakadilan ini. Negara tidak boleh membiarkan rakyatnya tertindas di tanah sendiri,” tutup Hison dengan penuh ketegasan. (Redaksi)