Palangka Raya – Perkembangan kasus tindak pidana kasus korupsi Gedung Expo di Sampit, Kab. Kotawaringin Timur, terus berlanjut.
Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Kalimantan Tengah (Kalteng) mengumumkan tersangka berinisial ZL yang sempat masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) dalam kasus tindak pidana korupsi pada proyek pengembangan fasilitas di Gedung Expo yang berlokasi Ex THR Jl. Cilik Riwut, Sampit melalui Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kab. Kotim menggunakan APBD T.A. 2019 s.d. 2020.
Hal tersebut, disampaikan Kabidhumas Kombes Pol Erlan Munaji mewakili Kapolda Irjen Pol Drs. Djoko Poerwanto, saat konferensi pers di Aula Ditreskrimsus, Mapolda setempat, Rabu (13/11/2024) siang.
Hal senada diungkapkan Dirreskrimsus AKBP Rimsyahtono bahwa dalam kasus ini ada 3 (tiga) tersangka yaitu ZL, FZI, dan LM selaku penyedia jasa atau kontraktor yang masih dalam DPO.
Dalam melaksanakan pekerjaannya yang belum selesai akan tetapi sudah diserah terimakan, kemudian jabatan ZL adalah seorang Kepala Dinas di Wilayah Kotim dan pada hari Kamis besok akan diserahkan ke Kejaksaan Negeri Kotawaringin Timur.
Lebih lanjut, Rimsyahtono mengatakan kerugian Keuangan Negara BPK RI senilai Rp. 3.535.288.499,99,- (Tiga Miliar Lima Ratus Tiga Puluh Lima Juta Dua Ratus Delapan Puluh Delapan Ribu Empat Ratus Sembilan Puluh Sembilan Rupiah) yang dilakukan oleh tersangka ZL.
Ia menuturkan bahwa modus operandi yang dilakukan para tersangka adalah melaksanakan pekerjaan tidak sesuai dengan ketentuan dalam kontrak.
Diantaranya pekerjaan tidak sesuai spesifikasi, sehingga mengakibatkan terjadinya kekurangan volume dan gagal fungsi bangunan serta tidak melakukan addendum CCO terhadap pekerjaan ACP yang kelebihan volume sehingga tidak dapat terpasang kemudian melakukan serah terima pertama pekerjaan (PHO) tanggal 15 Februari 2021 seolah-olah pekerjaan sudah selesai dan bisa dibayarkan ke penyedia PT Heral Eranio Jaya, sedangkan pekerjaan tersebut baru selesai pada April 2022.
Rimsyahtono menegaskan, bahwa sejumlah pasal akan disangkakan kepada tersangka, diantaranya Pasal 2 Ayat (1) dan/atau Pasal 3 Jo Pasal 18 UU RI No 31/1999 sebagaimana telah diubah UU RI No 20/2001 Jo Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHPidana.
“Untuk ancaman hukuman, pelaku akan diancam dengan hukuman penjara paling lama 20 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 1 miliar,” tegasnya.
Sementara itu, Kabidhumas menambahkan bahwa tindak pidana korupsi merupakan extra ordinary crime, sehingga perlu penanganan yang luar biasa dan optimal.
Dengan pengungkapan kasus ini menunjukan bukti bahwa Polri hadir di masyarakat dan mendukung program pemerintah dalam menghilang kebocoran anggaran. Karena hal ini dapat merugikan khususnya bagi masyarakat Kalteng.
Dengan perkara yang masih proses berjalan ini, kami akan sampaikan perkembangan selanjutnya.
“Hal ini menjadi komitmen Polri atas keterbukaan informasi bagi masyarakat dengan memberikan informasi terkait dengan adanya tindak pidana korupsi ini,” tutupnya. (Ajs/adji/sam)